Konflik Papua Butuh Kearifan Lokal, Bukan dengan Pendekatan Militeristik

Mungkin benar kutipan syair lagu yang pernah didendangkan Doddie Latuharhary, bahwa: “Tanah Papua, tanah yang kaya, Surga kecil jatuh ke bumi”, dan bla, bla, bla. Benar pula, jika dikatakan: “tanah Papua.. adalah harta harapan... “.

Namun rasanya tidak benar, jika merdunya syair lagu itu diletakkan pada alam realitas yang sesungguhnya, karena petikan syair lagu itu hanya menjadi bagian cerita MOB dalam kisah sang Abunawas.

Sebelum saya memulai lebih jauh goresan ini, perkenankanlah saya mengungkapkan rasa cinta dan sayang saya terhadap tanah Papua.

Ya, saya memang bukan Orang Asli Papua (non-OAP). Tapi saya dibesarkan di tanah Papua. Bahkan orang tua saya sudah mengabdikan dirinya untuk mendidik masyarakat di pedalaman Papua sejak akhir Tahun 60 an.

Dan jujur, saya cinta tanah Papua. Di tanah inilah saya mengenal tentang Kehidupan. Tentang kebaikan, dan tentang keluhuran hidup. Itu sebabnya sebagai rasa cinta saya terhadap tanah Papua, saya ingin mengungkapkannya melalui tulisan ini.

Mari kita mulai goresan ini...

Bahwa secara teoritis, boleh dibilang pemerintah Indonesia memang sudah melakukan perubahan di tanah Papua sejak zaman Orde Baru hingga saat ini. Namun secara praksis, sungguh perubahan-perubahan yang dimaksud itu justru melahirkan hal-hal muskil yang tak kunjung berakhir.

Dalam bidang politik misalnya, bukan hal baru lagi jika sampai detik ini, sebagian masyarakat asli Papua masih mempertanyakan legitimasi kekuasaan Indonesia atasnya. Bahkan terkesan pemerintah menghindari perdebatan tentang status dan sejarah politik Papua. Akhirnya muncullah tuntutan masyarakat Papua untuk meminta secercah keadilan melalui apa yang disebut dengan “referendum”.

Permasalahan lainnya adalah soal sumber daya alam, dimana sumber daya alam Papua kerapkali digerogoti terutama perusahaan bisnis dari luar Papua, yang sebenarnya justru tidak memberi sumbangan nyata bagi perkembangan Papua secara utuh dan menyeluruh.

Seharusnya, kerja sama yang adil dan sistematik antara pemerintah Indonesia, masyarakat Papua, dan komunitas Internasional, sekiranya bisa menyelesaikan konflik multidimensional yang terjadi selama ini di Papua.

Persoalan pembangunan juga masih menyisahkan rekam jejak yang sangat bias, karena sepertinya pemerintah pusat masih parsial dalam menyelesaikan persoalan melalui percepatan pembangunan di bumi Cenderawasih, Papua.

Ya, semua persoalan di Papua sebenarnya harus disentuh secara simultan mengingat persoalan satu dengan persoalan lainnya memiliki keterkaitan. Pendekatan pembangunan misalnya, hal ini memang penting bagi orang Papua, tetapi ada persoalan lainnya yang tidak bisa diselesaikan hanya menggunakan pendekatan ini.

Ads

Posting Komentar

Facebook
Disqus

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget