SUARA.NABIRE - Pelaksanaan diskusi panel Tokoh intelektual dari 9 suku pemilik hak datuk tanah adat Nabire berlangsung di pantai Kamasan Wadio Nabire, pada Sabtu (27/03/2021).
Adapun diskusi panel tersebut bertujuan untuk memberikan dukungan kepada salah satu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Nabire yang dianggap sebagai "Anak Adat" dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang kembali akan diselenggarakan di Kabupaten Nabire.
Diskusi yang berlangsung selama sehari tersebut diikuti oleh kurang lebih 250 orang perwakilan anak-anak adat dari 9 suku pemilik hak datuk tanah Nabire.
Sembilan perwakilan kepala suku dan Tokoh intelektual dari masing-masing suku antara lain:
- Suku Wate: Elon Raiki
- Suku Wate: Elon Raiki
- Suku Yeresiam Goa: Ayub Kowoi
- Suku Umari: Lambertus Mareku
- Suku Me lembah: Oto Magai
- Suku Yaur: Aser Andoy
- Suku Boa: Piet Hein Sayori
- Suku Mora: Yulian Worumboni
- Suku Ause: Elias Pokapa
- Suku Keuw: Yohanes Ekampa.
Ketua panitia pelaksana kegiatan, Feliks Makay, yang juga selaku anak adat pemilik hak datuk mengatakan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan dalam menyatukan kembali tali persaudaraan
"Kegiatan ini kami lakukan guna mempersatukan tali persaudaraan kami yang selama ini hilang diantara kita yang mendiami dataran tinggi Nabire dan mereka yang mendiami pesisir pantai Nabire", ujar Feliks Makay.
Ditambahkan Feliks bahwa kegitan tersebut juga dilakukan untuk menyatukan persepsi dan pemahaman bagi anak-anak adat pemilik hak datuk dari 9 suku yang ada di Nabire.
"Kenapa hal ini kami lakukan? Agar jangan lagi ada pengkotak-kotakan antara kami yang ada di gunung dan mereka yang ada di pesisir pantai, serta kami anak-anak adat ini jangan lagi terpecah belah karena kondisi politik pasca pemilihan Bupati tanggal 9 Desember lalu, dan pasca keputusan MK dalam pemilihan Pilbub tahun 2021 kemarin," jelas Feliks.
Feliks Makay juga mengatakan bahwa sudah saatnya rakyat Nabire bersatu, khususnya pemilik hak datuk tanah Nabire sehingga kuat dan solid untuk menyongsong PSU Bupati dan Wakil Nabire.
Ketika ditanyai oleh awak media ini terkait kandidat mana yang nanti akan dipilih pada PSU Calon Bupati dan Wakil Bupati Nabire, Feliks mengatakan bahwa mereka sudah mempunyai pilihan yaitu salah satu Paslon yang dianggap sebagai "Anak Adat" yang punya Nabire.
Senada dengan itu, Kepala suku besar Yeresiam Goa, Ayub Kowoy, yang mewakili 9 kepala suku mengatakan bahwa mereka berkumpul dan merapatkan barisan untuk kembali mendukung kemenangan salah satu Paslon dalam PSU Nabire nanti yang dianggap sebagai Anak Adat.
"Intinya adalah patut kami berkumpul disini untuk merapatkan barisan dan bersatu kembali, dimana kemarin kita 9 kepala suku belum bersatu, sekarang ini mari merapat, kita satukan barisan demi anak cucu kita ke depan nantinya," ujar Ayub Kowoy.
Pada tempat yang sama, dua perwakilan anak muda pemilik hak datuk tanah adat Nabire, Niko Waray dari Suku Wate dan Mirna Hanebora dari Suku Yeresiam juga menyampaikan bahwa sudah saatnya mereka bersatu kembali untuk mengembalikan hak kesulungan mereka yang selama ini telah dirampas oleh orang lain.
"Harapan saya sebagai anak muda mewakili suku Yerisiam, nanti yang saya harapkan adalah Nabire harus dipimpin oleh anak asli Nabire." ungkap Mirna Hanebora.
Mirna tegas mengatakan bahwa untuk Nabire bisa bangkit, maka itu harus ada anak asli Nabire yang pimpin Nabire. "Untuk itu saya menghimbau dari Goni sampai Kamarisano saya punya kerinduan untuk Nabire adalah mari kita bersatu, sebab sudah 55 Tahun dari Tahun 66 sampai sekarang, kita tidak diberikan kesempatan menjadi pemimpin di Nabire," jelas Mirna.
Dikatakan Mirna bahwa usia 55 Tahun ini usia setengah abad, sehingga waktu sekarang bukan waktu lagi untuk mereka harus di asuh lagi oleh orang. "Tapi kita bangkit dari kegagalan dan kekalahan kita untuk membangkitkan generasi kita maju menjadi seorang pemimpin di tanah kami, Nabire," tutur Mirna
Menutup ulasannya, Mirna menyampaikan bahwa untuk merebut kembali Nabire semua harus mengatur kamar adat Nabire dengan baik ke depannya nanti. "Kita tidak menjadi penonton di tanah ini. Jadi kita harus merubah sistem diatas tanah ini, kita pemainnya," demikian tutup Mirna Hanebora. (Red)
Editor: Tonci Numberi
Posting Komentar