Istilah diakonia berasal dari kata ‘diakonein’ yang artinya melayani. Dalam Perjanjian Baru (PB), istilah ini merupakan pandangan Yesus terhadap bentuk-bentuk pelayanan yang berasal dari titah Perjanjian Lama (PL), yaitu tentang kasih terhadap sesama manusia. Sehingga dalam hal ini diakonein artinya melayani di meja (selewir).
Dalam Perjanjian Baru (PB), arti sebenarnya dari istilah diakonein adalah ‘melayani di meja’ (Lukas 17:8; Yohanes 12:2). Biasanya di sekitar meja terasa perbedaan tingkatan antara mereka yang sementara makan, yaitu “orang besar” dan mereka yang menanggalkan jubahnya atau “orang yang melayani” meja. Dengan kehadiran Yesus ke dalam dunia ini, Yesus pun merubah secara total esensi dari “melayani” tersebut dengan membalikkan hubungan antara melayani dan dilayani (Lukas 22:26-30). Ini nampak dengan jelas dimana saat itu diantara murid-murid-Nya, yang melayani adalah Yesus sendiri—sekaligus menjadi diakonos (pelayan mereka).
Pengertian diakonein sebagai melayani meja kemudian diperluas menjadi mengumpulkan bahan makanan serta menyiapkan makanan (Kisah Para Rasul 6:2). Sehingga pada titik ini istilah diakonein sesungguhnya merupakan kondisi yang memperhambakan diri atau mengabdi.
Pemahamannya lebih diperluas Yesus sendiri dalam Injil Matius 25:42-44, yaitu merujuk pada berbagai perbuatan, seperti: memberi makan, menjamu minum, memberi penginapan, memberikan pakaian, mengunjungi orang sakit dan orang yang berada di penjara.
Sehingga diakonein adalah “pelayanan”. Hal ini bertujuan agar semua umat Kristen melayani sesamanya manusia yang sekaligus menggambarkan bagaimana cara mengikut Yesus.
Sebagaimana pandangan mendasar Yesus sehubungan dengan sifat-Nya sendiri yang dikatakan dalam Injil Markus 19:43-45 dan Matius 20:26-28, bahwa “Anak Manusia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberi nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang”. Jadi diakonein lebih kepada cara hidup jemaat Kristus untuk melayani sesama dan melayani Tuhan.
Dengan apa yang dipahami dari bahasan di atas, maka menjadi jelaslah maksud dari melayani di dalam jemaat. Setiap karunia atau kharisma menurut I Petrus 4:10 merupakan pemberian yang dipercayakan pada setiap orang agar supaya mereka yang mendapatkan karunia itu memanfaatkannya dan menggunakan karunia yang Tuhan berikan semata-mata untuk melayani Tuhan dan sesama.
Dalam perkembangannya, dikenal pula istilah diakonein sebagai persembahan khusus yang artinya pengumpulan persembahan atau kolekte pelayanan khusus yang berperan penting di dalam kehidupan Paulus sebagai pengumpulan dan penyerahan kolekte bagi orang-orang kudus di kota Yeruselem. (lihat 2 Korintus 8:19).
Biasanya dikenal juga dengan istilah “Pelayanan kasih” yang merupakan teladan umat Kristen untuk saling membantu berdasarkan Kasih Kristus. Diakonein untuk pelayanan jabatan khusus terdapat dalam I Timotius 3:10,13 yang mana kata kerja diakonein digunakan untuk nama jabatan seorang syamas-syamaset-diaken.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat dua cara orang percaya untuk berdiakonia, yaitu:
Pertama. Diakonia sebagai pertolongan secangkir air atas nama Yesus, yang terdiri dari berbagai cara orang Kristen atau badan-badan gereja, serta lembaga Kristen di dalam pelayanan pada sesama. Pelayanan ini adalah pengaktaan kasih Kristus (contoh bagi bahan makanan, pakaian, obat dll). Prinsip motivasinya yaitu dengan mendemonstrasikan kasih Kristus dalam perbuatan “nyata” atau realitas yang nyata. Pertolongan ini disebut dengan diakonia kharitatif. Teologia secangkir air ini dianggap penting dalam rangka diakonia jemaat. Tetapi hal itu hanya salah satu unsur saja dalam berdiakonia. Karena pemahaman diakonia memiliki pengertian yang luas, berdasarkan konteks tertentu pula. Ketaatan dan kerendahan hati gereja yang terdiri dari persekutuan orang percaya hendaknya terwujud dalam pola pelayanan yang tertata berdasarkan prinsip-prinsip karakteristik Kristus sebagai kepala gereja, dan tidak dianggap sebagai “tuan” yang hanya dilayani saja, melainkan pola yang menggambarkan “hamba”—pola melayani. Dalam pemahaman bahwa, Yesus menghendaki pelayanan kepadaNya terwujud dalam pelayanan kepada orang-orang yang paling hina, sebab terhadap merekalah gereja harus melayani.
Kedua. Diakonia dan Pembangunan, yang juga sering sekali muncul dalam pelayanan-pelayanan jemaat di gereja. Istilah ini merupakan pelayanan diakoni, yaitu diakonia sosial yang berupa upaya dalam membangun suatu masyarakat yang bertanggung jawab. Pelayanan ini menuntut keterlibatan jemaat dalam hal pembangunan. Sehingga diakonia berarti pada bagaimana sikap kritis kenabian gereja memulihkan dan memperbaiki pembangunan yang keliru, dan mengangkat mereka yang tersisih dan terlupakan dalam pembangunan.
Dari kedua hal di atas, dapat dipahami bahwa diakonia bukan jalan mencapai suatu kesuksesan duniawi, melainkan pelayanan yang berjalan, berbicara dan berbuat bersama-sama dengan mereka yang sedang terluka, tersisih dan terlupakan, bahkan mereka yang dianggap hina oleh dunia. Jelaslah esensi diakonia yaitu belajar dan sambil berbuat di tengah-tengah kehinaan.
Dan di dalam penjelasan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (Depdikbud, 1987) dirumuskan pula bahwa PAK merupakan mata pelajaran yang bersumber pada Firman Allah dalam Alkitab (Depdikbud: 1987). PAK di sini berfungsi untuk menjabarkan maksud diberikannya Firman dan Firman itu bermakna menghadirkan kehendak Allah dalam kehidupan manusia. Semuanya tercermin dalam tata dan aturan serta tujuan gereja sebagai lembaga Allah dimuka bumi ini.
Karena itu, maka melalui tugas diakonianya, gereja-gereja terpanggil untuk bisa menjalankan perannya sebagai lembaga Kristen yang sesungguhnya, yang dapat memberi arah dalam menuntun warganya untuk menjawab realitas dunia tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai umat Tuhan—juga bisa membawa perubahan hakiki—yakni perbaikan, transfomasi, kemajuan dan peningkatan peran di tengah hidup berjemaat dan bermasyarakat. Untuk itulah maka menjadi sangat urgen untuk disikapi dan diberikan perhatian bersama oleh semua pihak, agar lewat hubungan relasi yang baik antara gereja dan lembaga pendidikan formal yaitu sekolah, maka dapat muncul Pendidikan Kristen yang mencerminkan integritas unggul, tetapi santun dan lebih berkarakter Kristus.
Diakonia Gereja dan PAK
Peran diakonia gereja dalam hal hubungannya dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah-sekolah, dapat dilakukan dengan membentuk relasi dalam beberapa bidang pembinaan sebagai berikut:
Pembinaan Iman Kristen—gereja di sini, harus bisa meletakkan ajaran teologia dalam mengajarkan prinsip-prinsip iman Kristen, yaitu dengan sasarannya untuk membangun kehidupan rohani dan jasmani manusia yang seutuhnya, yaitu sebagai dasar untuk kehidupan sekarang dan akan datang. Sebagai sarana pembinaan iman, PAK di sekolah akan bekerja sama dengan gereja dalam mengupayakan integritas dari iman Kristen dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari, misalnya melalui seminar-seminar dalam berbagai bidang, festival bernuansa Kristen, atau dalam kebangunan rohani dan lain sebagainya, yang prinsipnya menyoroti semua ilmu dari sudut pandang Alkitab.
Pembinaan Etika—hal yang perlu dibangun antara sekolah dan gereja adalah bahwa bagaimana menyediakan pengarahan etika Kristen yang baik. Hal ini berarti dalam tindakan, gereja tetap mengatur sekolah-sekolah Kristen agar pendidiknya mengajar etika Kristen dengan proporsional, disamping mengajar integrasi yang tepat antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan umum. Jika tidak dilakukan, maka akan menimbulkan dampak dan pengaruh negatif dalam masyarakat bahkan dalam kehidupan Kristen yang bergereja dan berjemaat dalam masyarakat plural.
Pembinaan Sosial—pentingnya dibangun hubungan antara sekolah dan gereja ini melalui kehidupan sosial. Hal ini untuk mencegah sekolah dikategorikan sebagai lembaga bisnis yang mementingkan oknum pribadi. Bukan hanya itu saja, tetapi hubungan gereja−sekolah bersama-sama membantu masyarakat sekitar sambil memberitakan Injil Kabar Baik.
Dengan demikian, PAK di sekolah merupakan bagian pelayanan diakonia dari gereja. Sekolah bagi gereja harus dipahami sebagai sekolah yang di dalamnya terdapat kegiatan belajar-mengajar, kurikulum, administrasi, interaksi dan komunikasi serta tata tertib dan disiplin. Dengan adanya pembelajaran PAK, sekolah yang bersangkutan tentu mempunyai “warna” tersendiri, yang landasannya mengacu kepada iman Kristen.
Oleh: Abdy Busthan
Dalam Perjanjian Baru (PB), arti sebenarnya dari istilah diakonein adalah ‘melayani di meja’ (Lukas 17:8; Yohanes 12:2). Biasanya di sekitar meja terasa perbedaan tingkatan antara mereka yang sementara makan, yaitu “orang besar” dan mereka yang menanggalkan jubahnya atau “orang yang melayani” meja. Dengan kehadiran Yesus ke dalam dunia ini, Yesus pun merubah secara total esensi dari “melayani” tersebut dengan membalikkan hubungan antara melayani dan dilayani (Lukas 22:26-30). Ini nampak dengan jelas dimana saat itu diantara murid-murid-Nya, yang melayani adalah Yesus sendiri—sekaligus menjadi diakonos (pelayan mereka).
Pengertian diakonein sebagai melayani meja kemudian diperluas menjadi mengumpulkan bahan makanan serta menyiapkan makanan (Kisah Para Rasul 6:2). Sehingga pada titik ini istilah diakonein sesungguhnya merupakan kondisi yang memperhambakan diri atau mengabdi.
Pemahamannya lebih diperluas Yesus sendiri dalam Injil Matius 25:42-44, yaitu merujuk pada berbagai perbuatan, seperti: memberi makan, menjamu minum, memberi penginapan, memberikan pakaian, mengunjungi orang sakit dan orang yang berada di penjara.
Sehingga diakonein adalah “pelayanan”. Hal ini bertujuan agar semua umat Kristen melayani sesamanya manusia yang sekaligus menggambarkan bagaimana cara mengikut Yesus.
Sebagaimana pandangan mendasar Yesus sehubungan dengan sifat-Nya sendiri yang dikatakan dalam Injil Markus 19:43-45 dan Matius 20:26-28, bahwa “Anak Manusia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberi nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang”. Jadi diakonein lebih kepada cara hidup jemaat Kristus untuk melayani sesama dan melayani Tuhan.
Dengan apa yang dipahami dari bahasan di atas, maka menjadi jelaslah maksud dari melayani di dalam jemaat. Setiap karunia atau kharisma menurut I Petrus 4:10 merupakan pemberian yang dipercayakan pada setiap orang agar supaya mereka yang mendapatkan karunia itu memanfaatkannya dan menggunakan karunia yang Tuhan berikan semata-mata untuk melayani Tuhan dan sesama.
Dalam perkembangannya, dikenal pula istilah diakonein sebagai persembahan khusus yang artinya pengumpulan persembahan atau kolekte pelayanan khusus yang berperan penting di dalam kehidupan Paulus sebagai pengumpulan dan penyerahan kolekte bagi orang-orang kudus di kota Yeruselem. (lihat 2 Korintus 8:19).
Biasanya dikenal juga dengan istilah “Pelayanan kasih” yang merupakan teladan umat Kristen untuk saling membantu berdasarkan Kasih Kristus. Diakonein untuk pelayanan jabatan khusus terdapat dalam I Timotius 3:10,13 yang mana kata kerja diakonein digunakan untuk nama jabatan seorang syamas-syamaset-diaken.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat dua cara orang percaya untuk berdiakonia, yaitu:
Pertama. Diakonia sebagai pertolongan secangkir air atas nama Yesus, yang terdiri dari berbagai cara orang Kristen atau badan-badan gereja, serta lembaga Kristen di dalam pelayanan pada sesama. Pelayanan ini adalah pengaktaan kasih Kristus (contoh bagi bahan makanan, pakaian, obat dll). Prinsip motivasinya yaitu dengan mendemonstrasikan kasih Kristus dalam perbuatan “nyata” atau realitas yang nyata. Pertolongan ini disebut dengan diakonia kharitatif. Teologia secangkir air ini dianggap penting dalam rangka diakonia jemaat. Tetapi hal itu hanya salah satu unsur saja dalam berdiakonia. Karena pemahaman diakonia memiliki pengertian yang luas, berdasarkan konteks tertentu pula. Ketaatan dan kerendahan hati gereja yang terdiri dari persekutuan orang percaya hendaknya terwujud dalam pola pelayanan yang tertata berdasarkan prinsip-prinsip karakteristik Kristus sebagai kepala gereja, dan tidak dianggap sebagai “tuan” yang hanya dilayani saja, melainkan pola yang menggambarkan “hamba”—pola melayani. Dalam pemahaman bahwa, Yesus menghendaki pelayanan kepadaNya terwujud dalam pelayanan kepada orang-orang yang paling hina, sebab terhadap merekalah gereja harus melayani.
Kedua. Diakonia dan Pembangunan, yang juga sering sekali muncul dalam pelayanan-pelayanan jemaat di gereja. Istilah ini merupakan pelayanan diakoni, yaitu diakonia sosial yang berupa upaya dalam membangun suatu masyarakat yang bertanggung jawab. Pelayanan ini menuntut keterlibatan jemaat dalam hal pembangunan. Sehingga diakonia berarti pada bagaimana sikap kritis kenabian gereja memulihkan dan memperbaiki pembangunan yang keliru, dan mengangkat mereka yang tersisih dan terlupakan dalam pembangunan.
Dari kedua hal di atas, dapat dipahami bahwa diakonia bukan jalan mencapai suatu kesuksesan duniawi, melainkan pelayanan yang berjalan, berbicara dan berbuat bersama-sama dengan mereka yang sedang terluka, tersisih dan terlupakan, bahkan mereka yang dianggap hina oleh dunia. Jelaslah esensi diakonia yaitu belajar dan sambil berbuat di tengah-tengah kehinaan.
Dan di dalam penjelasan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (Depdikbud, 1987) dirumuskan pula bahwa PAK merupakan mata pelajaran yang bersumber pada Firman Allah dalam Alkitab (Depdikbud: 1987). PAK di sini berfungsi untuk menjabarkan maksud diberikannya Firman dan Firman itu bermakna menghadirkan kehendak Allah dalam kehidupan manusia. Semuanya tercermin dalam tata dan aturan serta tujuan gereja sebagai lembaga Allah dimuka bumi ini.
Karena itu, maka melalui tugas diakonianya, gereja-gereja terpanggil untuk bisa menjalankan perannya sebagai lembaga Kristen yang sesungguhnya, yang dapat memberi arah dalam menuntun warganya untuk menjawab realitas dunia tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai umat Tuhan—juga bisa membawa perubahan hakiki—yakni perbaikan, transfomasi, kemajuan dan peningkatan peran di tengah hidup berjemaat dan bermasyarakat. Untuk itulah maka menjadi sangat urgen untuk disikapi dan diberikan perhatian bersama oleh semua pihak, agar lewat hubungan relasi yang baik antara gereja dan lembaga pendidikan formal yaitu sekolah, maka dapat muncul Pendidikan Kristen yang mencerminkan integritas unggul, tetapi santun dan lebih berkarakter Kristus.
Diakonia Gereja dan PAK
Peran diakonia gereja dalam hal hubungannya dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah-sekolah, dapat dilakukan dengan membentuk relasi dalam beberapa bidang pembinaan sebagai berikut:
Pembinaan Iman Kristen—gereja di sini, harus bisa meletakkan ajaran teologia dalam mengajarkan prinsip-prinsip iman Kristen, yaitu dengan sasarannya untuk membangun kehidupan rohani dan jasmani manusia yang seutuhnya, yaitu sebagai dasar untuk kehidupan sekarang dan akan datang. Sebagai sarana pembinaan iman, PAK di sekolah akan bekerja sama dengan gereja dalam mengupayakan integritas dari iman Kristen dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari, misalnya melalui seminar-seminar dalam berbagai bidang, festival bernuansa Kristen, atau dalam kebangunan rohani dan lain sebagainya, yang prinsipnya menyoroti semua ilmu dari sudut pandang Alkitab.
Pembinaan Etika—hal yang perlu dibangun antara sekolah dan gereja adalah bahwa bagaimana menyediakan pengarahan etika Kristen yang baik. Hal ini berarti dalam tindakan, gereja tetap mengatur sekolah-sekolah Kristen agar pendidiknya mengajar etika Kristen dengan proporsional, disamping mengajar integrasi yang tepat antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan umum. Jika tidak dilakukan, maka akan menimbulkan dampak dan pengaruh negatif dalam masyarakat bahkan dalam kehidupan Kristen yang bergereja dan berjemaat dalam masyarakat plural.
Pembinaan Sosial—pentingnya dibangun hubungan antara sekolah dan gereja ini melalui kehidupan sosial. Hal ini untuk mencegah sekolah dikategorikan sebagai lembaga bisnis yang mementingkan oknum pribadi. Bukan hanya itu saja, tetapi hubungan gereja−sekolah bersama-sama membantu masyarakat sekitar sambil memberitakan Injil Kabar Baik.
Dengan demikian, PAK di sekolah merupakan bagian pelayanan diakonia dari gereja. Sekolah bagi gereja harus dipahami sebagai sekolah yang di dalamnya terdapat kegiatan belajar-mengajar, kurikulum, administrasi, interaksi dan komunikasi serta tata tertib dan disiplin. Dengan adanya pembelajaran PAK, sekolah yang bersangkutan tentu mempunyai “warna” tersendiri, yang landasannya mengacu kepada iman Kristen.
Oleh: Abdy Busthan
Posting Komentar