Sastra memiliki ciri khas dan karakteristik yang membuatnya dinamakan sebagai karya sastra itu sendiri. Menurut Busthan Abdy (2016:21-23), ciri dan karakterisik sastra dapatlah dibedakan berdasarkan ciri secara umum dan secara khusus.
Secara umum. Untuk mempelajari karya sastra secara baik, setidaknya terdapat 5 (lima) karakteristik sastra yang harus dipahami.
Pertama, pemahaman bahwa sastra harus memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan, harus mencerminkan suatu kenyataan. Jika pun belum, karya sastra yang diciptakan, dituntut mendekati kenyataan.
Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra, harus dapat mengetahui apa manfaat sastra untuk para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, akan memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia.
Ketiga, dalam sastra setidaknya harus disepakati keberadaan unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas adalah cerminan kenyataan yang merupakan unsur realitas yang tidak 'terkesan' dibuat-buat.
Keempat, pemahaman bahwa karya suatu sastra adalah merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya dapat dibedakan manakah karya sastra yang termasuk dalam sastra dan yang bukan sastra. Sebab sastra adalah seni.
Kelima, setelah empat dari karakteristik sastra di atas dipahami, maka pada akhirnya, haruslah bermuara pada kenyataan bahwa, sastra adalah merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu, memiliki tanda-tanda yang kurang lebih sama dengan norma, adat, atau segala kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.
Secara khusus. Empat ciri dan karakteristik satra secara khusus adalah sebagai berikut:
Pertama. Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya. Sedangkan bahasanya yang indah atau tertata baik, serta gaya penyajiannya (kalimat) menarik yang berkesan di hati pembacanya.
Kedua. Sastra memberikan hiburan dalam lubuk hati manusia terpatri kecintaan dan keindahan. Manusia adalah makhluk yang suka keindahan. Karya sastra adalah apresiasi keindahan itu. Karena itu, karya sastra yang baik selalu menyenangkan pembaca.
Ketiga. Sastra menunjuk kebenaran hidup. Dalam karya sastra, terungkap pengalaman hidup manusia: yang baik, yang jahat, yang benar, maupun yang salah. Karena itu manusia lain dapat memetik pelajaran yang baik dari pelajaran yang baik dari karya sastra.
Keempat. Sastra mampu melampaui batas-batas sebuah bangsa dan zaman. Nilai-nilai kebenaran, ide, atau gagasan dalam karya sastra yang baik, bersifat universal, sehingga dapat dinikmati oleh bangsa manapun.
Menurut Busthan Abdy (2016:23-25), berdasarkan masanya, maka karya sastra dapat di bagi menjadi dua masa, yakni karya sastra lama dan sastra baru. Keduanya memiliki ciri–ciri yang sedikit berbeda. Berikut ini pembagian ciri dan karakteristiknya:
Ciri Karya Sastra Lama
(1) Bentuknya berupa puisi yang terikat seperti syair, pantun, hikayat, mite, legenda, dongeng.
(2) Dibuat dari, untuk, serta milik rakyat/masyarakat.
Anonim atau dengan kata lain: tidak dicantumkan siapa nama pengarangnya.
(3) Istana sentris, yaitu ceritanya berpusat pada istana dengan menggambil tokoh raja.
(4) Lambat dalam mengikuti perkembangan dan selalu terpaku pada aturan yang ada disebut statis atau proses perkembangannya statis dan disampaikan lisan secara turun temurun.
(5) Pengarang taat kepada kelaziman.
(7) Bahasa yang digunakan masih kemelayu-melayuan dan bahasanya sering klise. Disamping itu, bahasa pada karya sastra lama menggunakan Bahasa Arab, dan Bahasa Daerah.
(11) Karangan berbentuk tradisional.
(6) Bersifat rasional modern dan tidak tradisional.
(10) Bahasanya tidak klise (tidak bersifat meniru).
Secara umum. Untuk mempelajari karya sastra secara baik, setidaknya terdapat 5 (lima) karakteristik sastra yang harus dipahami.
Pertama, pemahaman bahwa sastra harus memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan, harus mencerminkan suatu kenyataan. Jika pun belum, karya sastra yang diciptakan, dituntut mendekati kenyataan.
Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra, harus dapat mengetahui apa manfaat sastra untuk para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, akan memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia.
Ketiga, dalam sastra setidaknya harus disepakati keberadaan unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas adalah cerminan kenyataan yang merupakan unsur realitas yang tidak 'terkesan' dibuat-buat.
Keempat, pemahaman bahwa karya suatu sastra adalah merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya dapat dibedakan manakah karya sastra yang termasuk dalam sastra dan yang bukan sastra. Sebab sastra adalah seni.
Kelima, setelah empat dari karakteristik sastra di atas dipahami, maka pada akhirnya, haruslah bermuara pada kenyataan bahwa, sastra adalah merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu, memiliki tanda-tanda yang kurang lebih sama dengan norma, adat, atau segala kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.
Secara khusus. Empat ciri dan karakteristik satra secara khusus adalah sebagai berikut:
Pertama. Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya. Sedangkan bahasanya yang indah atau tertata baik, serta gaya penyajiannya (kalimat) menarik yang berkesan di hati pembacanya.
Kedua. Sastra memberikan hiburan dalam lubuk hati manusia terpatri kecintaan dan keindahan. Manusia adalah makhluk yang suka keindahan. Karya sastra adalah apresiasi keindahan itu. Karena itu, karya sastra yang baik selalu menyenangkan pembaca.
Ketiga. Sastra menunjuk kebenaran hidup. Dalam karya sastra, terungkap pengalaman hidup manusia: yang baik, yang jahat, yang benar, maupun yang salah. Karena itu manusia lain dapat memetik pelajaran yang baik dari pelajaran yang baik dari karya sastra.
Keempat. Sastra mampu melampaui batas-batas sebuah bangsa dan zaman. Nilai-nilai kebenaran, ide, atau gagasan dalam karya sastra yang baik, bersifat universal, sehingga dapat dinikmati oleh bangsa manapun.
Menurut Busthan Abdy (2016:23-25), berdasarkan masanya, maka karya sastra dapat di bagi menjadi dua masa, yakni karya sastra lama dan sastra baru. Keduanya memiliki ciri–ciri yang sedikit berbeda. Berikut ini pembagian ciri dan karakteristiknya:
Ciri Karya Sastra Lama
(1) Bentuknya berupa puisi yang terikat seperti syair, pantun, hikayat, mite, legenda, dongeng.
(2) Dibuat dari, untuk, serta milik rakyat/masyarakat.
Anonim atau dengan kata lain: tidak dicantumkan siapa nama pengarangnya.
(3) Istana sentris, yaitu ceritanya berpusat pada istana dengan menggambil tokoh raja.
(4) Lambat dalam mengikuti perkembangan dan selalu terpaku pada aturan yang ada disebut statis atau proses perkembangannya statis dan disampaikan lisan secara turun temurun.
(5) Pengarang taat kepada kelaziman.
(6) Karya sastra lisan umumnya dari mulut ke mulut.
(7) Bahasa yang digunakan masih kemelayu-melayuan dan bahasanya sering klise. Disamping itu, bahasa pada karya sastra lama menggunakan Bahasa Arab, dan Bahasa Daerah.
(9) Tokoh hitam-putih dan berupa mistis.
(10) Tema karangan bersifat fantastis (fantasi; tidak nyata; tidak masuk akal; sangat hebat dan luar biasa)
(11) Karangan berbentuk tradisional.
(12) Latar belakang penciptaannya terpengaruh pada kesastraan hindu, islam, budaya tradisional.
Ciri Karya Sastra Baru
(1) Bentuknya berupa puisi bebas dan kontemporer yaitu seperti cerpen, novel, dram Indonesia.
Ciri Karya Sastra Baru
(1) Bentuknya berupa puisi bebas dan kontemporer yaitu seperti cerpen, novel, dram Indonesia.
(2) Karya sastra tulisan disampaikan secara tertulis
Tokohnya bebas dan kreatif.
Tokohnya bebas dan kreatif.
(3) Nama pengarang dicantumkan, dan pengarangnya dikenal oleh masyarakat luas
(4) Latar belakang penciptaannya lebih terpengaruh kesusastraan barat, budaya industri modern, dan hak cipta pengarang individu.
(5) Masyarakat sentris, dimana tema yang diangkat adalah seputar kemanusiaan, kemasyarakatan, kehidupan modern, pergaulan remaja,dll
(6) Bersifat rasional modern dan tidak tradisional.
(7) Perkembangannya bersifat dinamis, melalui media cetak dan audiovisual.
(8) Ceritanya berpusat pada kehidupan sehari- hari.
(9) Karya sastra baru mengikuti perubahan sesuai perkembangan pribadi penciptanya.
(10) Bahasanya tidak klise (tidak bersifat meniru).
(11) Menggunakan bahasa Indonesia dengan bahasa keseharian dan sering dimasuki bahasa asing kreatif, juga bahasa-bahasa gaul.
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2016). Sejarah dan Teori Sastra. Kupang: Desna Life Ministry
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2016). Sejarah dan Teori Sastra. Kupang: Desna Life Ministry
Posting Komentar