“Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa”.Istilah Shiloh adalah gelar yang pernah diberikan pada Mesias. Sebagaimana nubuat menyatakan bahwa suku Yehuda akan tetap menjadi pemimpin bangsa di Israel, secara khusus menghasilkan Raja-Raja, dari Raja Daud sampai pada kedatangan Mesias. Nubuat ini sudah digenapi sebelum kehancuran Yehuda dan Yerusalem pada tahun 70 Masehi, ketika semua tongkat kerajaan telah meninggalkan Yehuda.
Menurut Busthan Abdy (2018:16), kata Shiloh diturunkan dari kata Ibrani: Shalah yang berarti to be quiet (= tenang), to enjoy rest (= menikmati ketenangan), security (= keamanan). Istilah Syiloh atau Shiloh tidak harus menunjuk kepada tempat (a place of rest) tetapi bisa juga menunjuk kepada orang, yaitu the man of rest (= manusia damai) atau ‘the bearer of rest’ (= pembawa damai).
Kitab Yesaya menegaskan bahwa Mesias yang dijanjikan adalah "Sang Raja Damai" (Yesaya 9:5). Jadi kata Shiloh memiliki 3 pengertian berikut:
- Tranquility (ketenangan/kesentosaan).
- The Peaceable One (Orang yang suka damai).
- The Pacifier (Pembawa damai/perdamaian).
Sementara dalam Kejadian 49:10 muncul dalam stanza (sajak delapan baris) yang sebenarnya berisikan nubuat Yakub tentang kedua belas anak laki-lakinya (Suku Yehuda dibicarakan di ayat 8-12). Sebagaimana hal ini jelas dikatakan dalam kitab Kejadian 49:8-12, yang menulis ....
Jelas penekanannya terletak pada bagaimana keberaniannya dalam berperang, serta status rajani dari suku Yehuda. Tetapi ada penegasan jelas, bahwa status raja ini kemudian berlanjut sampai pada tokoh kunci yang disebutkan sebagai "Shiloh". Jadi, tongkat kerajaan dan lambang pemerintahan (Mekhoqeq) akan di pegang suku Yehuda sampai Shiloh sendiri datang.
Dalam konteks ayat 10, pengertian Shiloh dalam versi targum bahasa Aram, adalah "Sampai Mesias datang”, yaitu “Yang empunya Kerajaan”. Jadi, sebenarnya ayat 10 tampaknya memperkenalkan Shiloh sebagai satu gelar dari Mesias, tetapi menunjuk pada tafsiran dari nama itu yang berkaitan dengan frasa "yang kepadanya" atau "kepada siapa."
Dalam Septuaginta dari abad ke-3 SM, menerjemahkan klausa itu sebagai: "sampai datang perkara-perkara yang tersimpan (apokeimena) baginya." Namun kebanyakan dari otoritas modern, baik yang konservatif maupun bukan konservatif, cenderung memilih terjemahan "oknum” atau terjemahan “dia” (yang empunya), dan menjadikan penguasa yang akan datang itu sebagai antesedennya, dengan memahami "tongkat kerajaan" sebagai benda miliknya.
Dengan perkataan lain: "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda, sampai Dia yang empunya (pemiliknya) datang, yang kepada-Nyalah bangsa-bangsa menjadi tunduk".
Pertanyaannya, apakah kata tersebut dipahami sebagai nama kiasan untuk Mesias seperti nama Yesyurun untuk bangsa Israel? (Ulangan 32:15), ataukah itu merupakan frasa penghubung "yang kepadanya" (Shelo)? Jelas kata tersebut menunjuk pada Mesias, dan kemungkinan juga kepada Daud, yaitu leluhur dalam arti kiasan dari Kristus, Sang Raja.
Namun timbul persoalan, bahwa dengan mengaitkan janji ini kepada Daud, maka sejatinya akan menimbulkan kesulitan yang besar, sebab kenyataannya tongkat kerajaan tidak berpindah dari Yehuda ketika Daud datang, hanya mulai dipegang oleh Yehuda ketika dia menerima takhta dan mahkota kerajaan Israel.
Mari kita lihat sebuah ayat paralel yang paling menarik untuk diketahui yaitu Yehezkiel 21:27 (dalam versi bahasa Ibrani, ayat 32), yang tampaknya merupakan sebuah refleksi dari konteks dalam Kejadian 49:10.
Kitab Yehezkiel 21:27 menyatakan,... “Puing, puing, puing akan Kujadikan dia! Ini pun tidak akan tetap. Sampai ia datang yang berhak atasnya, dan kepadanya akan Kuberikan itu”.
Kalimat: “puing, puing, puing akan Kujadikan dia!”, memiliki makna bahwa kota Yerusalem akan diserbu oleh Nebukadnezar pada tahun 588 SM). Ini pun tidak akan tetap atau "tidak akan terjadi" (Lo Hayah), sampai Ia datang yang berhak atasnya (dalam arti harfiah adalah "yang padanya ada penghakiman"—Asher-Lo'—Hamish’pat, dan yang kepadanya akan Kuberikan itu").
Kesamaan susunan kata-kata yang sangat langka terjadi secara kebetulan. Asher Lo' adalah bentuk prosa yang lazim dan setara dengan Sheloh ("yang kepadanya").
Jadi, dalam pernyataan kitab Yehezkiel, kata Hamish’pat (yaitu "hak melakukan penghakiman") yang menggantikan konsep serupa yaitu "tongkat kerajaan" (Shevet) yang terdapat pada kitab Kejadian 49:10.
Sehingga bisa pula dipahami bahwa jika Yehezkiel 21:27 dimaksudkan untuk mengembangkan gagasan dasar dari Kejadian 49:10 dan menyatakan bahwa frasa itu dipakai hanya untuk Mesias—sebagaimana terlihat jelas dalam kitab Yehezkiel, yang akan berasal dari istana Raja Yehuda—maka konteks Kejadian 49:10 seperti yang dimaksudkan Allah, mengacu kepada Anak-Nya yang ilahi, keturunan Daud yang menjadi Mesias.
Oleh: Abdy Busthan
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2018). Mesias dalam Progeni. Kupang: Desna Life Ministry
49:8 Yehuda, engkau akan dipuji oleh saudara-saudaramu, tanganmu akan menekan tengkuk musuhmu, kepadamu akan sujud anak-anak ayahmu.49:9 Yehuda adalah seperti anak singa: setelah menerkam, engkau naik ke suatu tempat yang tinggi, hai anakku; ia meniarap dan berbaring seperti singa jantan atau seperti singa betina; siapakah yang berani membangunkannya?49:10 Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.49:11 Ia akan menambatkan keledainya pada pohon anggur dan anak keledainya pada pohon anggur pilihan; ia akan mencuci pakaiannya dengan anggur dan bajunya dengan darah buah anggur.49:12 Matanya akan merah karena anggur dan giginya akan putih karena susu.Pada ayat-ayat di atas terlihat bahwa suku Yehuda ditampilkan, terutama penekanannya pada hal ‘peperangan’, yang disertai ciri-ciri seperti “tanganmu akan menekan tengkuk musuhmu” (ayat 8), dan"Yehuda adalah seperti anak singa... seperti singa jantan atau seperti singa betina, siapakah yang berani membangunkannya?" (ayat 9).Sementara pada ayatnya yang ke-10, berbicara tentang peran Yehuda sebagai Raja yang akan datang dan yang akan memimpin seluruh suku Israel—kemungkinan juga atas bangsa-bangsa asing. Ayat itu berbunyi: "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia (שִׁילֹה—Shiloh) datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa (עַםִים—'Amim')".
Jelas penekanannya terletak pada bagaimana keberaniannya dalam berperang, serta status rajani dari suku Yehuda. Tetapi ada penegasan jelas, bahwa status raja ini kemudian berlanjut sampai pada tokoh kunci yang disebutkan sebagai "Shiloh". Jadi, tongkat kerajaan dan lambang pemerintahan (Mekhoqeq) akan di pegang suku Yehuda sampai Shiloh sendiri datang.
Dalam konteks ayat 10, pengertian Shiloh dalam versi targum bahasa Aram, adalah "Sampai Mesias datang”, yaitu “Yang empunya Kerajaan”. Jadi, sebenarnya ayat 10 tampaknya memperkenalkan Shiloh sebagai satu gelar dari Mesias, tetapi menunjuk pada tafsiran dari nama itu yang berkaitan dengan frasa "yang kepadanya" atau "kepada siapa."
Dalam Septuaginta dari abad ke-3 SM, menerjemahkan klausa itu sebagai: "sampai datang perkara-perkara yang tersimpan (apokeimena) baginya." Namun kebanyakan dari otoritas modern, baik yang konservatif maupun bukan konservatif, cenderung memilih terjemahan "oknum” atau terjemahan “dia” (yang empunya), dan menjadikan penguasa yang akan datang itu sebagai antesedennya, dengan memahami "tongkat kerajaan" sebagai benda miliknya.
Dengan perkataan lain: "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda, sampai Dia yang empunya (pemiliknya) datang, yang kepada-Nyalah bangsa-bangsa menjadi tunduk".
Pertanyaannya, apakah kata tersebut dipahami sebagai nama kiasan untuk Mesias seperti nama Yesyurun untuk bangsa Israel? (Ulangan 32:15), ataukah itu merupakan frasa penghubung "yang kepadanya" (Shelo)? Jelas kata tersebut menunjuk pada Mesias, dan kemungkinan juga kepada Daud, yaitu leluhur dalam arti kiasan dari Kristus, Sang Raja.
Namun timbul persoalan, bahwa dengan mengaitkan janji ini kepada Daud, maka sejatinya akan menimbulkan kesulitan yang besar, sebab kenyataannya tongkat kerajaan tidak berpindah dari Yehuda ketika Daud datang, hanya mulai dipegang oleh Yehuda ketika dia menerima takhta dan mahkota kerajaan Israel.
Mari kita lihat sebuah ayat paralel yang paling menarik untuk diketahui yaitu Yehezkiel 21:27 (dalam versi bahasa Ibrani, ayat 32), yang tampaknya merupakan sebuah refleksi dari konteks dalam Kejadian 49:10.
Kitab Yehezkiel 21:27 menyatakan,... “Puing, puing, puing akan Kujadikan dia! Ini pun tidak akan tetap. Sampai ia datang yang berhak atasnya, dan kepadanya akan Kuberikan itu”.
Kalimat: “puing, puing, puing akan Kujadikan dia!”, memiliki makna bahwa kota Yerusalem akan diserbu oleh Nebukadnezar pada tahun 588 SM). Ini pun tidak akan tetap atau "tidak akan terjadi" (Lo Hayah), sampai Ia datang yang berhak atasnya (dalam arti harfiah adalah "yang padanya ada penghakiman"—Asher-Lo'—Hamish’pat, dan yang kepadanya akan Kuberikan itu").
Kesamaan susunan kata-kata yang sangat langka terjadi secara kebetulan. Asher Lo' adalah bentuk prosa yang lazim dan setara dengan Sheloh ("yang kepadanya").
Jadi, dalam pernyataan kitab Yehezkiel, kata Hamish’pat (yaitu "hak melakukan penghakiman") yang menggantikan konsep serupa yaitu "tongkat kerajaan" (Shevet) yang terdapat pada kitab Kejadian 49:10.
Sehingga bisa pula dipahami bahwa jika Yehezkiel 21:27 dimaksudkan untuk mengembangkan gagasan dasar dari Kejadian 49:10 dan menyatakan bahwa frasa itu dipakai hanya untuk Mesias—sebagaimana terlihat jelas dalam kitab Yehezkiel, yang akan berasal dari istana Raja Yehuda—maka konteks Kejadian 49:10 seperti yang dimaksudkan Allah, mengacu kepada Anak-Nya yang ilahi, keturunan Daud yang menjadi Mesias.
Oleh: Abdy Busthan
Rujukan Buku:
Busthan Abdy (2018). Mesias dalam Progeni. Kupang: Desna Life Ministry
Posting Komentar